Saturday 24 January 2009

Autis sebagai Dalih dari Kegaptekan

Yah, setelah satu artikel saya dimuat di SINDO berabad silam (hiperbokis) saya kembali menuliskan tema sama, autisme ditinjau dari kategori kesendirian.

Sungguh menyebalkan bahwa saya terjebak sekian lama dalam kemalasan. Kemalasan menjual ide. Istilah menjual ide ini saya temukan dari Bang Mus (Mustafa Ismail) - seorang editor di Koran TEMPO.

Lantas, saya mulai mengisi kembali blogsepot yang set nya sungguh menyebalkan ini dengan tulisan-tulisan bermutu (jika tidak tega disebut propokativ - hehehe,,,). Kenapa? Karena eh karena, merusak pikiran. Serius ah! Karena, saya merasa terharu. Ada seorang yang lantas serta merta menjadi pengikut saya. Namanya Hari. Yah, demi menjalankan misi Bebas Umur, maka Hari yang oleh teman-teman komunitas nulis lebih banyak disebut Om Hari tetap saya panggil Hari. Saya tergerak untuk menuliskan isi pikiran saya yang brilian (lagi-lagi demi mencegah menyebut isi pikiran saya provokatif). Blogsepot tak puguh karu ini memang lebih tepat dinamakan perekam pikiran si Putri anak emak bapanya. Ngerti gak teu puguh karu? Itu tuh basa Sunda yang kurang lebih bisa dinamakan Ge-Je. Alias Gak Jelas. Bahasa Gaul, bo...

Saya sebagai Ibu Pejabat Teladan yang rajin mengadakan kunjungan meski tidak diundang dan kadang susah disuruh pulang, alias nunggu diusir, tentu berkunjung balik duonk... Nah, jeng jeng jeng... Terkaget-kagetlah si gue ini ketika melihat link-link dicantumkan oleh beberapa pengunjung Dunia P0eTRiE. Gila??? Siapa gue???

Nah, kembali ke inti ide. Problemnya adalah masalah. Ternyata si gue begitu gapteknya untuk mengurus setting si blogsepot ini. Namun, biarlah. Agar bisa bebas merdeka. Yah, semacam selebriti gitu kaaan. Kalo kebanyakan yang nguntit dan pamer-pamer malah setep. Soalnya jadi tak ada privasi lagi (teuteup yaa bu, obsesi jadi selebriti).

Seperti biasa, sudah seharusnya ada kesimpulan dari setiap semacam-esay saya. Maka, saya nyatakan kali ini, saya tidak peduli dengan set mblogsepot yang cak-kacul ini. Sebab, blogsepot ini pada akhirnya hanya menjadi perekam isi kepala saya. Seiring dengan berkembangnya isi kepala saya (sheuuuh bahasa gue...) maka bertambah teman-teman yang isi buku tamu dan mau-maunya menjadi pengikut saya. Saya biarkan mereka turut membaca isi kepala saya.

NB : saya jadi teringat si GeZet teman fesbuk saya. dia pernah berkata Putri Sarinande Rasulullah. saya tolak. saya katakan : nanti ga bisa dugem. eh dia tertawa. benar, saya tak suka diikuti ataupun mendapat pengikut. nanti mereka pikir saya nabi. atau minimal, disangkanya saya ini orang penting dan cerdas. padahal, saya hanya pemberontak cilik yang lebih suka mikir belakangan kalo kepepet setelah bertindak.

Teorema (tak) Valid tentang METAFORA

Setelah sebelumnya menuai (semacam) protes di catatan saya di situs pertemanan yang dimaksud dalam Senioritas Bertopeng Umur, saya merasa berkepentingan untuk kembali menuliskan sebuah perumusan yang saya buat sebagai bentuk apresiasi seni.

Sejarah singkatnya yaitu karena sebuah genre berkesenian bernama PUISI alias sajak atau apapun namanya. Saya menamakan kesenian, karena saya meyakini berpuisi atau bersajak semacamnya itu berkaitan dengan rasa. Rasa adalah bagian dari seni. Sebab seni dinamakan seni jika ada rasa yang menguar dari dalamnya.

Langsung ke pokok masalah, teorema apakah yang dimaksud? Tentang penggunaan metafor. Metafor alias metafora ini merupakan sebuah pemaknaan konotatif atau bukan sebenarnya pada suatu kata.

Nah, masalahnya adalah problem dan problemnya adalah masalah. Hehehe...

Menyebalkan sekali ketika ada orang yang memuji-muji sebuah sajak karena banyak metafor di dalamnya padahal dia sendiri gak mengerti. Nah!!! Maka dari itu, saya menganalogikan metafor serupa alkohol.

Kenapa? Sebab, metafor seperti halnya alkohol, akan menyehatkan ketika berada dalam dosis yang sesuai. Jika berlebih, tak bagus untuk kesehatan - jika metafor berlebih maka tak baik untuk mental.

Tapi, seperti juga halnya pecandu alkohol. Maka para penikmat alkohol alias metafor tentu punya jam terbangnya sendiri. Maka mereka tak akan mudah mabuk.

Namun, selain serupa alkohol, ada sebuah sentimen pribadi yang menyebabkan saya tak suka alkohol eh metafor. Bagi saya, sungguh sebuah kepalsuan metafor ini. Yah, tidak palsu-palsu amat sih. Yang jelas, saya merasa metafor tak lebih dari kepalsuan. Jika kadarnya pas, lagi-lagi sehat. Bisa untuk menjaga image (jaim, bo...hehehe...). Selebihnya, palsu.

Namanya juga teorema tak valid dari seorang pemilik intelejensia selepel amoeba. Maka, saya harap kalian para pembaca, tak terlalu mempercayai teorema saya. Sebaiknya,,, penuhi rasa Anda sendiri dahulu sebelum berteori. Bukankah teori ditulis setelah melalui pelbagai eksperimen?

Catatan : terimakasih pada Mbah Yus karena telah berkenan mempopulerkan kata alkohol dalam setiap permainan kata saya dan kamu (saya dan kamu tidak selalu melulu kita).

Thursday 22 January 2009

Senioritas Bertopeng Umur

Suatu ketika, seorang teman dari komunitas nulis berkata : "gue denger laporan kalo elo kalo komentar ga pandang umur yah?"

Mari kita namai dia Nisa Gendut, padahal badannya kurus. Hehehe... Komentar yang dia maksud adalah untuk pelbagai catatan yang ada di debuah situs pertemanan yang kami berdua ikuti.

Lantas saya tanya balik : "ada masalah?"

Dan ia menjawab dengan pertanyaan : "lah, elo ngerasa ada masalah engga?"

Maka saya kembalikan pertanyaannya dengan pernyataan : "justru karena itu banyak pertanyaan untuk menjadi teman gue"

Nisa Gendut tertawa seraya menambahkan : "itulah, elo kebanyakan Nginggris sih. tau sendiri di Indo masih berlaku batasan umur"

Apa yang saya bicarakan dengan Nisa Gendut? Jenjang umur terhadap cara bicara.

Singkatnya begini, di Indonesia batasan umur masih menjadi hal penting demi alasan kesopanan. Beda halnya dengan di Inggris atau negara-negara Eropa lainnya termasuk Amerika yang juga menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya.

Yang saya pertanyakan, benarkah semua alasan kesopanan itu? Adakalanya batasan usia bukan semata demi kesopanan, tapi demi menjaga ego alias senioritas. Semacam, mental terjajah efek dijajah Belanda dan Jepang dahulu kala, sejak lama.

Senioritas macam apa sih? Yah, itu lhoh. Ketika mereka yang merasa karena sudah tua atau sudah memiliki jamterbang tinggi lantas mennganggap orang-orang yang lebih muda dan kurang jam terbang, dibanding dia, lebih tidak tau apa-apa. Padahal, asumsinya apa? Hanya jika dibanding dia kan? Yang lebih idiotnya lagi, kerna efek senioritas itu maka tidak mau menerima masukkan. Alias, menurut versi kalimat saya : bener apa kata dia doang. Efek lainnya, timbullah rasa sombong. Yah, ini hal terparah dalam kehidupan. Sombong dalam artian negatif, bisa membunuh. Jika sombong untuk mempertahankan harga diri, saya kira sah-sah saja.

Hey, bung. Di atas langit masih ada langit. Bukankah mereka yang tidak tahu adalah orang-orang terpandai - melebihi mereka yang (merasa) tahu. Ah, terkesan seperti sentimen pribadi memang. Dan, sekedar informasi, jika tidak salah mengingat, kalimat yang dicetak tebal dan berwarna itu adalah semacam kutipan dari Socrates, seorang filsuf era keemasan Yunani.

Maka dari itu, saya tetap mempertahankan budaya Bebaskan Jenjang Umur. Saya tidak butuh kesopanan yang menjilat. Sopan santun, bisa dilakukan dengan cara lain selain lewat GAP (beda) usia. Meski, tidak saya pungkiri ketika berbenturan dengan aturan dan segala norma lain yang berlaku, adakalanya saya harus menelan kembali ide brilian saya untuk membasmi kesopanan palsu atas nama umur.

Dan ternyata, saya baru ingat ada acara di Metro Tipi tentang Suara Anak untuk Lingkungan Hidup. Pas di situs pertemanan saya menemukan sebuah berita tentang anak kecil yang membuat Environmental Children's Organization.

Saya sampe bela-belain mengedit tulisan saya. Benar memang kata iklan roko : Yang Tua Baru Boleh Bicara diberi tanda tanya (eh, bener gitu iklannya kyk gitu? maap yak hehehe...)

Tuesday 13 January 2009

Menjadi WNI yang Baik

Entah kesadaran dari mana yang membawa si Ceput pada pemikiran bahwa ia haruslah menjadi warga negara yang baik. Menjadi warga negara yang baik artinya memiliki dokumen lengkap.

Yelah, kagak mau ngaku dia di rumah sudah diomeli ibu bapanya agar lekas mencari kerja.

Jadi, aktivitas Ceput pertama kali sebelum mencari kerja adalah membuat Kartu Kuning. Apakah Kartu Kuning itu? Tentu bukan kartu yang dipakai di permainan sepakbola. Konon kabarnya, Kartu Kuning itu diperlukan untuk mencari kerja. Yaitu untuk mendaftar di bursa tenaga kerja di Depnaker. Kalian tahu singkatan Depnaker? Departemen Tenaga Kerja.

Lhah, si Ceput kembali dapat info gak sohih alias kebenarannya tidak dapat dipastikan meski info itu datang dari mulut kakaknya sendiri. Untuk membuat Kartu Kuning butuh Surat Keterangan Kelakuan Baik, yang selanjutnya disingkat SKKB. Maka dari itu, dimulailah strategi waktu untuk melengkapi dokumen-dokumen.

Mari analisis mundur metode-metode mendapatkan Kartu Kuning.

Kartu Kuning sama dengan SKKB pleus KTP. Prosedur pembuatan SKKB yaitu Rumah Pak RT, kantor kelurahan, kantor kecamatan, kantor pulisi lokal lantas kepolisian sektor.

Tar dulu, loading alias mikir. Apa beda kantor pulisi lokal dengan Kepolisisan Sektor alias Polsek?

"Udah, kamu itu berisik saja. Kerjakan kenapa?" jawab sang ibu ketika Ceput ribut bertanya bedanya kantor pulisi lokal dengan Polsek.

Nampaknya ibunya jenis ibu teladan yang memilih menjawab alakadarnya terhadap rasa keingintahuan yang tinggi dari anak perempuan sematawayangnya tercinta.

***

Yeah! Hari senin ceria. Bangun pagi dengan omelan ibu (ayah udah keburu berangkat ke kantor, jadi ngomelnya pasti pas pulang di sore hari sembari bertanya : "Kamu bangun jam berapa tadi pagi?")

"Kamu mau sampe kapan molor terus? Katanya mau ngurus Kartu Kuning? Panjang lhoh urusannya. Ke Pak RT ambil surat permohonan. Ke kelurahan. Lantas ke kecamatan. Sebelum polsek ke kantor polisi di perempatan! Oia berkas-berkas dan foto juga KTP kamu jangan sampai ketinggalan."

Gila, satu napas lhoh dia ngomongnya? Napasku pendek begini, susah niru dia untuk ngomel. Ceput membatin dalam hati sambil memaksa pantat bangkit dari kasur yang alhamdulillah bebas eces pagi itu. Pagi? Nyaris jam delapan sih ... Secara baru bangun, ya mesti itu pagi definisinya.

Akhirnya, dengan semangat reformasi (kalo semangat '45 kejauhan boz! secara gue kan masih muda, gile...) Ceput mandi.

Dandan ah, kata Ceput dalam hati. Yang kece duonk, kan mo ngurus dokumen negara. Meski sebenarnya itu tidak berkorelasi.

Ceput memakai kemeja terusan sepanjang lutut warna merah marun lengan 3/4 dan legging panjang warna hitam. Sambil mematut diri di cermin dan berkata : "Gile, langsing juga gue"

Rambut panjangnya dia biarkan tergerai dan diberi jepit hitam mungil di atasnya untuk menghalau poni. Puk puk puk, nepuk-nepuk bedak dan menyapukan blush on di pipi (itu lhoh, yang bisa bikin pipi keliatan segar berwarna, masa kalian gak tau sih?).

Ketika tiba giliran memoles lipstik, ceput bertanya pada ibunya pakai toa. Tahukah kalian kenapa mesti pakai toa? Sebab Ceput ada di kamar dan ibunya ada di dapur. Jarak dapur ke kamar memungkinkan Ceput bisa memakai toa alias berteriak untuk membantu si kalimat bisa sampai dengan baik ke telinga ibunya yang sibuk memasak diiringi lagu-lagu Sunda Doel Soembang dan Darso dan bergoyang-goyang cihuy.

"Mi, makan apa?" Ceput.

Sang ibu tidak mau kalah dengan toa sang anak, balas berteriak : "Ga da sarapan. Nasi goreng jatah kamu udah mama kasih ayam-ayam piaraan papa. Abis kamu gak jawab pas mama tanya mau sarapan engga."

Gimana bapa gue engga setep, batin Ceput. Anak perempuan sematawayangnya tercinta dan istrinya tersayang suka iseng beradu toa di rumah. Berisik gila!

Lhah, di rumah isinya siapa saja sih? Hanya Ceput dan Mama Papa. Kakak kerja di luar kota dan adik kuliah di luar kota juga.

Ceput masih mematut diri depan cermin dan bingung sendiri : "Kapan nanyanya Mi? Kok aku engga denger?"

"Tadi, pas kamu masih molor!"

Bused dah emak gua! Lhah die lebih pilih ayam wat dikasih nasi goreng daripada gua anaknya?

"Yelah, Mi. Anaknya lagi ngorok diajakin ngobrol. Ngigo dong kalo aku jawab tadi?"

"Kamu makan di luar aja ya, Mama kasi uang tambahan..."ucap ibunya Ceput, tak tega.

Gak apa itung-itung diet biar perut gue makin langsing kayak model di tipi, Ceput bertekad sembari memoles lipstik di bibirnya. Berwarna pink nude sebagai sentuhan akhir, sebab jangan pernah pake lipstik merah darah di kulit muka sawo matang kalo engga mau dibilang dakocan. Kecuali para model kelas dunia dan Marylin Monroe serta Christina Aguilera.

Setelah menerima uang makan dari ibunya, Ceput langsung sungkem dan ngacir. Tau ngacir gak? Pergi maksudnya.

***

Eng ing eng, singkat cerita Ceput sudah selesai mengambil surat-surat pengantar untuk diurus di Kantor Kelurahan. Tentu saja, ibunya telah menjabat tangan Pak RT diselipi uang sejumlah limapuluhribu rupiah kemarin sore. Tidak, bukan suap ah. Wajar, thoh? Ceput si anak pemalas, sedari hari jumat bermalas-malasan tidak melapor ke Pak RT. Maka setelah mengomel ibunya datang ke rumah Pak RT sambil bertanya apakah bisa membuat surat keterangan membuat Kartu Kuning. Pak RT yang semula menolak dengan alasan itu hari minggu langsung menyanggupi permintaan ibunya setelah Sang Ibu bersalaman dengan Pak RT dan selipan uang di dalam genggamannya.

Tidak ada suap. Pak RT bukanlah pegawai negeri (atau jangan-jangan gue gak gaul lagi? tapi sejak kapan RT itu merupakan Pegawai Negeri?) dan ibunya berupaya menolong anaknya yang pemalas.

Kantor kelurahan lancar. Hanya di kantor kecamatan Ceput agak keki.

Ketika sedang mengurus administrasi di sana, si bapa-bapa petugas situ berkomentar : "Mau kerja ke mana? Terakhir saya dengar gaji di Korea mencapai sepuluhjuta rupiah untuk pekerja wanitanya dan limabelasjuta rupiah untuk pekerja lelakinya. Hanya harus cerdas, saya dengar kerja di Korea banyak resikonya. Tapi saya lihat wajah kamu tidak mudah tertipu. Pendidikan terakhir apa?"

Ceput masih belum sadar tujuan si Bapa berkomentar, maka dengan polos ia menjawab : "Saya tidak berniat kerja ke Eropa dan saya S1 Sastra Inggris"

"Wah, engga sayang tuh ama ijasah? Kok ingin jadi TKW?" si Bapa menerima uang administrasi sambil memberi tanggapan atas jawaban Ceput.

You say what?!!! Ceput mengambil semua dokumen dengan gusar dan berlalu sambil merengut. Gila gua udah kece begini masa dituduh mo jadi babu sih?! gumam Ceput sambil merengut dan cepat-cepat menghentikan angkot untuk ke kantor pulisi.

Saya lihat wajah kamu tidak mudah tertipu? Apa tuh maksudnya? Engga sekalian aja bilang gua tipikal jenis babu yang berkecenderungan untuk memutilasi majikannya. Masih saja Ceput gumam-gumam sebal di dalam angkot.

***

Dekat kantor pulisi ada Mamang jualan ketoprak.

Makan dulu ah, lapar... Gumam Ceput sambil mengambil tempat dan duduk di meja situ.

Sebenarnya ini kalimat yang salah. masak duduk di meja, kan duduk di kursi. Dan di depan kursi ada meja. Tapi mau gimana lagi sebab kata-kata duduk di meja sudah menjadi lumrah apalagi kata duduk di meja kerja. Kok jadi gue yang berisik? Ini kan kisah Ceput...

***

Kenyang dan hati kembali riang.

Di kantor polisi si petugas polisi mendahulukannya daripada ketiga laki-laki yang mengantre di ruangan tempat ia mengurus Surat Kuning.

Si polisi yang rupanya butek sedari tadi dapat pasien cowo melulu senang bisa beramah tamah sekejap dengan Ceput.

"Wah, mau ngapain nih bikin Kartu Kuning?"

"Mau cari kerja..."

"Sabar yah, ngantri dulu. Ini masih ada tiga orang lagi. Yang satu ketinggalan pas foto, yang satu kehabisan uang kecil untuk bayar administrasi, yang satu lagi malah lupa surat pengantar dari kecamatan."

Seseorang mengetuk pintu dari luar : "Ini Pak, tapi masih harus kembalian."

Rupanya teman atau siapa entah si laki-laki yang kehabisan uang kecil untuk bayar kembalian.

"Wah, sudah dibilang tidak ada receh sama sekali. Sodara mesti paham pedoman mengantri di sini. Mas yang itu uangnya sepuluhribu dan yang satunya limaribu. Lhah sodara punya uang kan duapuluhribu, jadi tidak ada kembalian. Kecuali jika sodara rela tidak dapat kembalian."

Berkat kekacauan para pengantre, Ceput bisa keluar kantor pulisi dalam waktu limabelas menit saja.

Pas banget tadi kembalian makan ketoprak limaribu perak! Batin Ceput, merasa bangga bisa lebih cerdas sedikit daripada si Mas Mas yang uangnya duapuluhribu rupiah.

Apa kaitannya cerdas dan uang biaya administrasi? Kan permasalahannya hanya si petugas tidak punya kembalian?

Yee, suka-suka gue duonk. Kan gue penulis kisahnya Ceput.

Oh, iya juga yaaa ...

Tujuan berikutnya adalah : Polsek! Jeng jeng jeng jeng...

Untung Ceput tidak mendengar ucapan si Bapa Petugas pada para pengantre setelah ia menyingkir dari TKP alias keluar dari kantor pulisi.

"Nampak cerdas wajahnya. Besar kemungkinan bila terjadi kasus kejahatan antara pembantu dan majikan, maka dia akan menjadi pelakunya." sahut si petugas polisi diiringi anggukan-anggukan bego para pengantri.

Ah, urusan apa ama babu yang mengancam nyawa dan keselamatan majikan? Begitu mungkin pikir para pengantri itu dan berharap si petugas polisi bisa lebih gesit lagi menyelesaikan urusan mereka.

***

Di polsek sudah bejubel umat manusia yang juga hendak mengurus SKKB. Jam di dinding kantor Polsek menunjukkan pukul 10.15 WIP - Waktu Indonesia Bagian Polsek.

Dimulai dengan mengisi formulir-formulir. Pertanyaannya berupa : pernah ditahan karena melanggar hukum?; mengikuti ormas tertentu?; pernah ke luar negeri sebelumnya?; dan lain-lain.

Ada kartu sidik jari yang juga harus diisi dengan data-data pribadi semacam : bentuk hidung? gede tapi mancung dan bulat ujungnya. bentuk bibir? seksi-seksi gimannnaaaa gituuu. dahi : sedang-sedang saja. bentuk mata : mata bundar bola pingpong berbinar-binar tiap liat duit. perawakan? semok alias seksi montok.

Ngarep! Adalah jelas bahwa si kartu sidik jari tidak menyediakan sarana menjawab esai.

Mengurangi kreativitas aja ah, gumam Ceput dalam hati ketika ia terpaksa harus mencentang sedang untuk hidung (sebab tidak ada pilihan mancung, yang ada hanya kecil, sedang, dan besar), tebal untuk bibir (tidak ada pilihan seksi di Kartu Sidik Jari), sempit untuk dahi (hanya ada sempit dan lebar di kategori dahi), bulat untuk mata (tidak ada pilihan bundar bola pingpong di bagian mata), dan sedang di bagian perawakan (ini bagian menyebalkan sebab hanya ada kurus, sedang, dan gemuk dan berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh Ceput yakin dia tidak gemuk hanya berlebih berat badan saja).

Mengantre di bagian pembuatan cap Sidik Jari.

Alamakjang, semua sidik jari harus diarsipkan. Belepotan tinta cap dah gua! Mana semena-mena lagi si petugasnya maen sikat aja tangan gua, batin Ceput pasrah ketika jemari tangannya ditemplok-templokan ke papan yang sudah dilumuri tinta cap dan dicapkan ke Kartu Sidik Jari.

Ceput mengantri lebih lama sebab terpotong jam istirahat Polsek yaitu jam 12.00-13.00 WIB hanya saja pada prakteknya tetap jam WIP alias Waktu Indonesia Bagian Polsek yang digunakan.

"Tidak bisa, sodara mesti menunggu dulu jam istirahat selesai sebab jam istirahat telah mulai" begitu jawab petugas menolak orang-orang yang mengantre mengambil Surat Kelakuan Baik Mereka.

Oia, sekarang namanya sudah berganti menjadi Surat Keterangan Catatan Kepolisian alias SKCK.

Setelah nyaris bego akibat kreativitas terhambat ketika mengisi formulir dan menunggu limabelas menit ekstra dari jam selesai istirahat, Ceput kembali antre mengambil SKCK dia.

Yeah, huhuy!!! Jadi juga nih SKCK gua, senyum Ceput mengembang dan rasa bangga menjalari hatinya. Sayangnya orang-orang hanya menatap Ceput takjup jika bukan kasihan. "Cantik sih, tapi kok agak-agak yah???..."

Next : Depnaker!

***

Papan Pengumuman Departemen Tenaga Kerja. Dibutuhkan : wanita usia 17-33 tahun, pendidikan minimal SMP, untuk bekerja di perusahaan garmen Malaysia. Dibutuhkan : wanita usia 20-35 tahun, pendidikan minimal SMU, untuk dilatih menjadi pengasuh bayi. Dibutuhkan : wanita usia 17-45 tahun, pendidikan minimal SMP, untuk menjadi asisten rumah tangga di Korea.

Bheuh, asisten? Timbang jadi babu doang dibilang asisten, gumam Ceput sembari matanya jelalatan membaca setiap hurup di Papan Pengumuman. Di Papan Pengumuman satunya, ceput membaca rentetan lowongan menjadi pegawai negeri. Hanya saja tidak ada yang untuk berlatarbelakang Sastra Inggris seperti dia, yang ada hanya untuk Pendidikan Bahasa Inggris.

Beda yah? Yaaa beda laaaah, begitu Ceput menjawab. Kalo Sastra Inggris kuliah di Universitas, kalo Pendidikan Bahasa Inggris kuliah di IKIP.

Sesudah melihat sana melihat sini melihat sana-sini, Ceput lantas bergerak menuju meja pendaftaran yang ada keterangan di atasnya pakai Karton Kuning spidol hitam : Bikin Kartu Kuning.

Heh? Apaan tuh? Ceput terkaget-kaget ketika melihat Pengumuman Imut tertempel di sebelah Karton Kuning Gede.

Persyaratan wajib: KTP dan Ijasah.

Mampus guaaaa!!! Ijasah gua kan belom diurus dari jaman kapan tau, rutuk Ceput dalam hati.

Begitulah, akhirnya Ceput melangkah gontai keluar Depnaker. Sembari melangkah keluar pagar areal Depnaker, seorang perempuan muda menyapa : "Kenapa, Mbak? Gak usah takut gitu, jadi TKW aman-aman saja kok asal mengikuti prosedur dan melengkapi semua dokumen"

Minta ditimpuk kali yah ni cewek?! Untung cewek, kalo cowok dan ganteng udah gua cium deh. Dan gua kangsung kena jerat Undang Undang Pornografi, mencium orang sembarangan di depan umum. Begitu kiranya isi pikiran ceput sembari tersenyum palsu pada si cewek sok tau itu.

Ibarat pepatah sudah jatuh dari pohon kelapa, eh masih tertimpa buah kelapa pula. Sudah dikira mau jadi TKW, eh bukan SKCK yang dibutuhkan melainkan ijasah.

"Yah, De. Sori. Lagian elu bukannya urus ijasah cepet-cepet. Gue kira yang dibutuhin tuh memang SKKB dan KTP. Maap deh ya, cantik" begitu sahut suara seorang lelaki di seberang sana yang tidak lain adalah kakaknya Ceput.

Kakak gua minta dibunuh kayaknya nih, Ceput masih misuh-misuh sembari menutup sambungan telpon genggamnya.

"Halo, halo ... De ... De ..." tuut tuuut tuuuuutttt - bunyi nada sambungan telpon yang putus.

Yah, dia marah deh. Sang kakak bergumam sembari menatap telpon genggamnya sambil mengedikkan bahu tanda tak peduli.

T A M A T

Monday 5 January 2009

Resolusi Nyata untuk 2009

Oke, sebagai pembuka maka saya akan memulai paragraf dengan sebuah kalimat keren : gila gue canggih abiez, ngetik mblog nyah langsung di lahan yang tersedia sembari ceting n gentayangan *teuteup yaaa buuu... ada di mana-mana gue ...

Setelah dipikir-pikir. Gue ngapain ajah sih? Oia, ini tulisan dibuat jam 10.30 n aing belom mandi ajah gitu... Mandi dulu ah, bersambung *tapi kagak gua aplot dulu. Lagi pingin ngoceh bebas sebebas-bebasnya umat *bukannya biasanya juga bebas?

udah kelar mandi, pke baju dulu duonk ^^ *oia, nungguin Insert Siang cuy gila acara tipi paling bener tuh. Warta Berita Selebrita gileee looo....

Alhamdulillah gue udin pake baju, pke pelembab wajah n losion tinggal pake lipbalm ajah belom. Tar gue pake dulu yak!

Sudah, sembari menonton Insert Siang bo, teuteubh ....

Oke, jadi apa resolusinyah? Tetap fokus melakukan apa yang sudah kulakukan. Yah, apalagi mimpi tahun kemarin belom terlaksana jadi yah kudu diwujudkan. Apakah mimpiku? Hanya satu - satu kalimat bo,,, Menjadi Seniman dan Hidup di Bali. Tapi, bo. Judulnya kan si gue lagi jatuh-cintronk *yuuu mari... Lhah, apa kabar LelakiBAIK gue yak? Ah, cinchai lah hay... Bisa diatur lah ityu ...

Hal Terbaik yang terjadi di tahun 2008 *semacam ples-bek diri sendiri gituuu :
  • bisa ceting ama mbah Mardjuki si TSP
  • bisa jadi teman fesbuk Bang Yulden n bahkan menjadi my brotherfromanothermotherfather
  • kenalan ama Bang Saut Situmorang yang radikal abiez *BATAK gitu deh kayak gue alias cepet naek darah hehehe damai Bang yeee...
  • Resmi jadi kontributor di majalah onlen untuk pasar usia 20-an di TWENTEA
  • nge-net gue makin cihuy pake kartu IM2 oiiii... CINTA deeeehhhh ....
  • udin ah bo, oia... buat nyang belom disebut nama kalem ajah. si gue kan suka autis mendadak alias insomnia eh amnesia *keknyah ituh nama T4 dugem deh. hauhauhau...
Bicara T4 dugem. Yah, gue meyakini bahwa ituh T4 dengan musik statis-elektik nyah bisa juga jadi T4 utk mencari perenungan. halakh ... *akibat si Togepi cerita dia abis mlipir ke Mangsiong dan mbayar sendiri. gaya beud tuh anak. biasa juga gretong-an hauhauhau...

Intinyah apa? Mari menulis terus sampe bego .... Gapapa, bego udah. Kalo gitu mari menulis sampe gila. Hwakakak!!! Tuh, cek majalah pnlen nyah pemirso...

Thursday 1 January 2009

Happy Belated Year of 2009

Finally, it's already year 2009. I woke up in such a complicated feelings as always though ...

Well, I still carry on my dreams I made last year. As I want to live on my dreams while the dreams themselves put the live on me...

What eva,,, I wanna be what my heart and my mind told me to be...!!!


With Love all over the world, ages, sex, nationality, and religion...